Senja, Cinta, Selamannya.
Cerah
mentari kian menepi, tatapan nenek pun tak lepas dari taman kosong yang kini
kian kotor tak terawat, Lantas nenek tersenyum, sambil meneguk kopi buatannya
dia pun mulai mencoba melangkah, bukan ke taman, tapi ke ruang tamu, tangannya
yang gemetaran coba meraih album foto tua dengan motif mawar, album itu sudah
sangat tua, tapi tak pernah secuil pun debu mengotori celahnnya. Setiap
harinnya nenek selalu berduaan dengan benda kesayangannnya ini, kalah senja
mulai menyapa, nenek pun langsung bersandar di kursi teras rumah dengan album
foto yang didalamnnya tersimpan semua kenangan ketika ambisi masih terbakar,
ketika kulit masih kencang berbinar, ketika rambut masih hitam lebat, tapi
lebih dari itu, album tua itu berisi semua cerita cinta, yang sampai saat ini
tak akan mati. nenek yang telah berumur senja selalu percaya bahwa senja yang
hilang akan selalu ada esok hari, itulah yang diyakini nenek, bahwa semua yang
telah menua, dan dipikir orang telah usai, sebenarnnya belum usai, bahkan
takkan usai, benar adannya, cinta nenek takkan usai, takkan pernah usai.
Lembaran
pertama pun dibukannya, wajah lugu sepasang kekasih yang sedang duduk di
rerumputan dengan latar rumah sederhana berpagar bambu, tak banyak mimik yang
tergambar di wajah mereka, tapi dalam jiwannya, ada cinta sejati yang melebihi
dari sejuta mimik. Senja telah tenggelam, nenek pun lantas tak sempat membuka
halaman kedua, saya lantas datang menghampiri, nama saya ava, cucu nenek yang
tertua.
“nek, mari
makan dulu, kakek sudah sedari tadi di meja makan”.
nenek pun
lantas beranjak dari bangku tuannya dan berjalan menuju ruang makan, di depan
meja makan sedang duduk sosok lelaki gagah yang kepadannya telah nenek berikan
hidupnnya, itu adalah kakek , sosoknya tak terlalu ramah, cenderung kaku dan
tak banyak bicara, mungkin karena semua hal yang telah dilaluinnya selama
hidupnnya, yang kemudian membentuk sosok yang tegas dan berwibawa seperti itu,
dulunnya kakek adalah seorang pemuda yang turut serta dalam perang melawan
jepang, disaat itu kakek menjadi pemuda hebat idaman semua wanita, apalagi
kakek berasal dari keluarga bangsawan. Dengan didikan yang keras, kakek pun
menjadi sosok yang seperti sekarang ini, tapi walau demikinan nenek tetap
ikhlas mengucapkan janci cinta terhadapnnya, dan nenek terlihat sangat senang
dengan hal itu, cincin di jari manisnnya tak pernah sedikitpun dilepas, walau
jarinnya mulai keriput yang lantas melonggarkan cincin tersebut, tapi tak
pernah sedikitpun terlintas dibenak nenek untuk melepasnnya.
Suasana di
meja makan sama seperti biasannya, terkesan formal dan dingin, hanya kakek,
nenek, dan saya. saya tidak tinggal bersama orang tua saya, orang tua saya,
kerja kantoran di kota, sementara saya bosan dengan suasana kota dan memutuskan
untuk tinggal di kampung bersama oma dan opa, lumayanlah, SMA disini cukup
bagus, dan siswa-siswanya jauh lebih asik dan ramah dari pada anak-anak kota
yang cenderung materialistis.
“sawahnya
gimana kek ?” tanya saya coba mencairkan suasana.
kakek pun
memandang dingin dan diam sejenak seperti berpikir, maklumlah, seumur hidupnnya
kakek selalu beranggapan bahwa tidak baik bicara saat sedang makan,
“lumayanlah” jawab kakek singkat.
Melihat
kejanggalan yang terjadi, nenek pun menambahkan, “kalau begitu lain kali, kamu
tak usahlah kesawah, kamu sudah tua, sudah saatnya beristirahat,
sering-seringlah dirumah, temani aku, sudah tiga hari ini asam uratku sering
kambuh”
kakek hanya
diam dang mengangguk, kakek adalah seorang pekerja keras, sulit rasanya bila
sehari saja dia hanya diam dirumah, ketika orang tua lain akan mengeluh sakit
ketika banyak bergerak, kakek malah akan sakit jika hanya diam saja dirumah.
Makan malam
selesai, kakek dan nenek pun terlihat serasi duduk di depan tv, sambil melihat
berapa berita, berapa kali mereka berdua berbicara halnya pasangan suami istri
lainnya, saat itu kakek pun terlihat senyum, begitu juga nenek, indahnnya cinta
di antara mereka, ternyata dalam dinginnya sikap kakek, dia sangat mencintai
dan bahagia hidup bersama nenek.
hari ini
hari terakhir liburan, mungkin ada baiknnya bagi saya untuk melakukan sesuatu
yang mungkin tak bisa dilakukan di malam-malam berikutnnya, yang pastinnya akan
sibuk dengan tugas-tugas, dan latihan-latihan soal untuk ujian nanti, saya kini
duduk di kelas tiga, 4 bulan lagi saya akan mengakhiri masa SMA, dan pastinnya
ini adalah bulan-bulan terakhir saya di desa ini.
Saya pun mulai menginterogasi isi lemari kakek dan
nenek, di dalamnnya banyak berkas-berkas tua, kelihatannya merupakan berkas
penting, mungkin akte tanah, atau hal-hal sejenisnnya, tapi di posisi teratas
ada sesuatu yang menarik, itu adalah surat pernikahan mereka, wah, surat ini
terlihat sangat lusu, kertasnya yang mulai menguning, dan ada sedikit gigitan
rayap di tepi kertas, di dalamnnya tertulis nama kakek dan nenek, Roni mulyana
dewa, dan Andreina maria, itulah nama lengkap kakek dan nenek, di dalam surat
itu terterah tanggal pernikahan mereka, 18-september-1930. Ketika menikah kakek
baru berumur 22 tahun, dan nenek berumur 18 tahun. Merupakan usia yang sangat
muda, nenek tak mendapat pendidikan yang baik, dia hanya sampai di bangku
sekolah dasar, dan di era itu, hal itu sudah cukup mapan, sementara kakek,
adalah pemuda pandai, dan berani, sangking beraninnya kakek masih aktif dalam
bidang militer bahkan saat dia sudah menikah. Saya lantas sadar, bahwa cinta
itu sakral, cinta itu bukan sekedar janji, cinta bukan sekedar ucapan mesra dan
kalimat-kalimat sayang, tapi lebih dari itu cinta adalah komitmen, akta nikah
ini menjadi saksi betapa cinta kakek dan nenek adalah suci. Pernikahanan itu
dianugerahi 3 buah hati, yang pertama adalah seorang lelaki, dia mewarisi sifat
kakek yang tegas dan tak banyak bicara, dia ayah saya, kakek dan nenek berhasil
membesarkan ayah saya, sampai mengenyam pendidikan yang sangat layak dan cukup
untuk menghidupkan keluarga yang bahagia. Ayah saya memiliki 2 adik perempuan,
mereka berdua pun berhasil dididik dengan baik oleh kakek nenek, hal itu
terlihat dari betapa baiknnya karir mereka berdua saat ini. Tak terelakan lagi,
bahwa ada alasan penting yang membuat keluarga ini seberhasil sekarang, hal itu
megah tapi sederhana, hal itu suci tapi penuh tawa, hal itu luka tapi bahagia,
hal itu beda tapi sama, hal itu diam tapi terdengar, hal itu tak berbentuk tapi
terlihat, hal itu CINTA._semoga bersambung_